Awalan
Meminjam bahasa Jhon McArthur; ketika
suatu zaman hanya menilai gereja berdasarkan penampilan luarnya, maka hal yang sangat penting
diketahui adalah bagaimana menentukan sebuah gereja yang benar-benar sehat menurut
pandangan publik. Tentu pandangan ini tidak bisa disalahkan dalam arti luas,
mengingat banyak sekali faktor yang mempengaruhi keberadaan gereja itu sendiri.
Seperti, misalnya ketidakharmonisan relasi sosial antar masyarakat ke gereja
ataupun sebaliknya. Penjelasan ini bukanlah suatu pembanding ataupun penilaian terhadap
gereja, juga bukan untuk menyinggung keberadaan masyarakat. Tentu ini persoalan
urgen yang menjadi tanggung jawab bersama; umat dan gereja, umat dan Tuhan!
Gereja
Besikama (Sudahkah Berubah?)
Tidak! Masih seperti yang dulu. Ini sedikit
aspirasi saya tentang Gereja Katolik St. Yohanes Baptista Besikama. Gereja ini cukup unik, bahkan sangat khas! Bangunan
gereja ini tidak semegah gereja-gereja lain namun
memiliki nilai sejarah karena usia dan bentuk bangunannya yang klasik. Tentu gereja sangat identik dengan religiositas yang perlu kita bangun
antar sesama umat. Gereja
bukanlah sekadar tempat beribadah.
Menurut hemat saya gereja layaknya “communicator”
handal yang dengan komunikasi persuasifnya mampu mengajak dan membuat
orang lain (dalam hal ini umat) mampu
merubah diri dan membentuk kepribadian menjadi lebih baik lagi. Di
sini yang menjadi hal paling
fundamental adalah
bagaimana ke depannya wajah
gereja yang
tercinta ini bersaing dengan pergolakan
zaman, apakah (akan)
mengalami perubahan signifikan, atau malah semakin tenggelam? Untuk memahami
persoalan ini, maka progress
gereja ini membutuhkan komitmen kuat dan partisipasi utuh dari seluruh
lapisan umatnya.
Gereja dan
Contoh Kecil Disiplin Religius!
Mungkin
pertama dan salah satu yang perlu saya
bahas adalah etiket atau sopan santun umat dalam mengikuti ibadah di Gereja. Saya tegaskan bahwa gereja bukanlah “show
room”
atau ruang pameran dimana masih terdapat
beberapa umat yang
dengan
egoisnya harus memamerkan pakaian barunya yang begitu mini. Tindakan ini tentu
sangat mengganggu kelancaran ibadah, dan bisa
jadi menyebabkan kelemahan
konsentrasi dalam beribadah.
Mengingat usia dan bangunan gereja
kita yang klasik, sepertinya perilaku dan cara berpakaian kita alangkah baiknya rada-rada klasik seperti
yang pernah disampaikan oleh pastor
paroki Rm. Pius Nahak, Pr yakni dengan memakai Kain Adat sesuai kultur yang ada.
Berpakaian mini tidak serta-merta dijadikan alasan
orang kehilangan konsentrasi. Tetapi alangkah lebih baik seseorang mampu
membiasakan diri untuk tampil apa adanya tanpa harus menonjolkan ke-ada-annya!
Terlepas dari itu, gereja juga (punya) tanggung jawab besar terhadap
wilayahnya. Misalkan saja bagaimana caranya agar gereja menjadi sarana
integrasi yang bisa mempesatukan beberapa desa
yang kerapkali menciptakan perselisihan
antar pemudanya. Ini juga salah
satu kelemahan yang perlu ditindak-lanjuti secara serius. Bagi saya kalau tidak
tercipta perdamaian di antara beberapa desa
ini berarti gereja termasuk“gagal” melestarikan kerukunan antar-umatnya. Sangat disayangkan bila mereka yang berstatus MUDIKA
harus terlibat bentrok tak terurus.
Apa Kabar Mudika Besikama?
OMK (Orang Muda Katolik) ini organisasi yang sangat bagus. Kalau bisa OMK harus kompeten dalam mengambil sikap dan upaya untuk mendekatkan teman-teman kita dari beberapa desa tadi. Dengan OMK ini saya rasa kita bisa menyatu dalam satu wadah kebersamaan yang lebih kokoh, saling membagi perasaan emosional, hingga timbul rasa peduli dan solidaritas di antara sesama Mudika. Salam!
Penulis:
Yulius Bauk [OMK Besikama]
(Mahasiswa Komunikasi UNISKA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar